Penodaan Agama Multitafsir, Koalisi Sipil: RKUHP Ngawur

795 views
Mantratoto

Koalisi Sipil Minta Penundaan RKUHP Sebab Masih Mengandung Unsur Penodaan Agama Multitafsir

Berita Dunia Terbaru, Berita hari ini, Berita Indonesia Terbaru, Berita Terkini, berita terupdate, Indoharian, news, Politik, Terupdate serta Analisis dari INDOHARIAN.com

IndoharianPenodaan Agama Multitafsir, Koalisi Sipil: RKUHP Ngawur

 

Indoharian – Koalisi masyarakat sipil meminta penundaan pengesahan Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) sebab masih memuat pasal penghinaan dan penodaan agama multitafsir. Ketentuan tersebut dianggap multitafsir dan dapat diterapkan secara diskriminatif.

“Meskipun semangat pasal ini baik tetapi perlu diganti dengan kata yang tidak multitafsir,” ujar Pratiwi dari LBH Jakarta, hari Selasa (2/7).

Pasal yang dimaksud dalam RKUHP itu ialah pasal 250 dan pasal 313 yang mengatur tentang penodaan agama multitafsir.

“Setiap Orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap satu atau beberapa golongan penduduk Indonesia berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, dan agama, atau terhadap kelompok berdasarkan jenis kelamin, umur, disabilitas mental, atau disabilitas fisik dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV,” demikian isi pasal 250 RKUHP versi 25 Juni 2019.

SIMAK JUGA Berita Harian Lainnya
MKGR Dukung Bamsoet Gantikan Airlangga, Hanya Hoax Belaka
Yusril Jadi Menteri ?? Hoaxkah ??
Kasus RJ Lino, KPK: Sudah Direktur Masih Korupsi, Bikin Malu!

“Setiap Orang di muka umum melakukan penghinaan terhadap agama yang dianut di Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori V,” demikian isi pasal 313 RKUHP.

Aliansi masyarakat sipil tersebut juga memandang penggunaan istilah penghinaan atau penodaan agama sudah tidak lagi relevan.

Berdasarkan Resolusi Dewan HAM 16/18 yang diinisiasi oleh Organisasi Konferensi Islam (OKI) pada tahun 2011, istilah penodaan agama disepakati diganti menjadi “memerangi intoleransi”. Lagipula, di forum internasional tersebut juga diketahui bahwa istilah penodaan mendapat penentangan dari beberapa negara.

“Kata penghinaan sebaiknya diganti dengan siar kebencian untuk melindungi pemeluk agama dari kejahatan,” kata Pratiwi.

Di samping istilah penghinaan dan penodaan agama dalam RKUHP itu, koalisi juga lima delik hukum terkait agama yang berpotensi diskriminatif.

Pertama, Pasal 2 RKUHP yang dinilai memungkinkan hukum yang hidup dalam masyarakat yang tidak diatur dalam KUHP akan tetap berlaku. Hal tersebut menyimpang dari asas legalitas dan berpotensi membuka celah hukum seperti yang ada dalam perda-perda diskriminatif yang telah ada.

Kedua, kalimat “Tindak Pidana Terhadap Agama dan Kehidupan Beragama” yang dipakai sebagai judul Bab VII RKUHP dinilai menyalahi bahasa serta konsep. Koalisi mengatakan agama merupakan subyek hukum dan justru penganut agama yang seharusnya ditempatkan sebagai subyek hukum.

Ketiga, pasal-pasal yang memuat diksi yang berpotensi multitafsir. Koalisi menemukan potensi itu dalam pasal 315, pasal 316, dan pasal 503.

Akibat delik agama yang berpotensi diskriminatif tersebut, koalisi meminta DPR menunda rencana pengesahan RKUHP dan pembahasannya kembali dibuka dengan masyarakat.

“Kami meminta pengesahan RKUHP ditunda dan pembahasan dengan masyarakat terkait dibuka kembali dengan mengedepankan asas legalitas dalam hukum pidana secara tertib yang terdiri atas asas lex scripta, lex stricta, lex temporis delicti, lex certa serta semangat ‘restorative justice’ dan prinsip-prinsip hak asasi manusia,” imbuh Pratiwi.

Koalisi masyarakat sipil ini ialah koalisi advokasi kemerdekaan beragama atau berkeyakinan yang terdiri dari beragam lembaga swadaya masyarakat.

Penodaan agama multitafsir di antaranya yaitu Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Institute Legal Resource Center (ILRC), Human Rights Watch Group, Pusat Studi Agama dan Lintas Budaya UGM, Pusad Paramadina, Gusdurian, Lakpesdam NU, Paritas, Wahid Foundation, serta INKLUSIF.

Sumber : Indoharian | Berita Harian Indonesia Terbaru dan Terupdate

Berita Dunia Terbaru Berita hari ini Berita Indonesia Terbaru Berita Terkini berita terupdate Indoharian news Penodaan Agama Multitafsir Politik Terupdate serta Analisis dari INDOHARIAN.com

Author: 
    author

    Related Post

    Leave a reply