Jokowi Endgame Adalah Blame Game, Kok Bisa ??

442 views
Mantratoto

STOP Jokowi Endgame Karena Itu Blame Game Yang Perlu Diakhiri

Berita Indonesia Terbaru, Terkini, berita terupdate, Indoharian, news, Politik, Terupdate serta Analisis dari INDOHARIAN.com, Berita Dunia Terbaru, Berita hari ini, Berita Indonesia Terbaru, Berita Terkini, berita terupdate, Indoharian, news, Politik, Terupdate serta Analisis dari INDOHARIAN.com, Berita Indonesia Terbaru, Terkini, berita terupdate, Indoharian, news, Politik, Terupdate serta Analisis dari INDOHARIAN.com, Berita Dunia Terbaru, Berita hari ini, Berita Indonesia Terbaru, Jokowi Endgame

IndoharianJokowi Endgame Adalah Blame Game, Kok Bisa ??

INDOHARIAN – Luhut Binsar Pandjaitan meminta agar tidak ada Jokowi Endgame dan politisi selama pandemi Covid-19 (15/7/2021).

Seminggu setelahnya, muncul seruan aksi bertajuk Jokowi Endgame di media sosial. Dan aksi massa yang rencananya dilakukan pada 24 Juli itu memang tidak terjadi.

Akan tetapi, iklim politik sempat menghangat. Dan pihak kepolisian berhasil menangkap beberapa orang yang akan berdemonstrasi.

Seruan yang membuat viral dan pemerintah yang menolak politisasi pandemi sama-sama sedang terlibat blame game.

Di tengah pandemi, blame game memang perlu diakhiri. Semua pihak harus berfokus mengatasi pandemi. Tidak perlu menyalahkan atau membela diri.

Jika memakai terminologi Avengers: endgame, SARS CoV-2 ibarat Thanos. Ia membahayakan. Thanos hanya bisa dikalahkan dalam kebersamaan.

Blame Game

Blame game atau political blame game adalah hal yang sangat lumrah dalam politik (Hinterleitner,2020). Dia bisa menjadi instrumen untuk mengkritisi pemerintah, tawar menawar politik, mengoreksi kebijakan publik atau menjatuhkan pemerintah.

Blame game yang melibatkan dua aktor: kelompok yang saling menyalahkan dan pihak yang disalahkan. Pembuat blame biasanya oposisi. Atau, kelompok kepentingan tertentu.

Pihak yang disalahkan adalah pemerintah (Hood, 2011). Pembuat blame game membutuhkan politisi agar kesalahan pemerintah bermuatan politik dan viral.

Biasanya, political blame game muncul jika ada isu “sexy”. Misalnya, saat pemerintah tidak mampu memitigasi bencana. Atau ketika kebijakan penguasa membingungkan rakyatnya. Bisa juga ketika penguasa tidak kompak. Menariknya, ketiga hal ini dilakukan pemerintah ketika pandemi.

Di awal pandemi, mantan Menteri Kesehatan dokter Terawan juga sempat mengungkapkan kontroversi: Covid-19 bisa ditangkal dengan doa.

Namun pandemi malah meningkat sangat cepat. Pemerintah terlihat tidak siap. Akibatnya, banyak pihak menyalahkan pemerintah.

SIMAK JUGA Berita Harian Lainnya
GILA! Kebocoran Data Bri Life, Kok Bisa ???
Karena Hal Ini, Ketua MUI Labura Dibunuh Pegawai Sendiri
Matap!! ASN Melayani Bukan Dilayani, Kata Jokowi

Kebijakan pemerintah juga terkesan membingungkan. Awalnya pemerintah menggunakan istilah pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Kemudian diganti dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Lalu diganti lagi dengan PPKM Mikro (Februari 2021).

Setelah beberapa kali perpanjangan, Presiden mengambil pengetatan PPKM Mikro (pertengahan Juni). Ketika kasus Covid-19 terus naik, Presiden menetapkan PPKM Darurat.

Pemerintah mengganti lagi istilah PPKM Darurat menjadi PPKM Level 4(Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2021).

Perubahaan istilah ini mengundang kritik oleh banyak pihak. Apalagi substansi di balik kebijakan tersebut sebetulnya sama.

Pemerintah juga terkesan tidak kompak. Beberapa kali terjadi perbedaan pendapat terkait Covid-19. Misalnya, antara Wapres dengan Menko Marves.

Wapres mengatakan situasi Indonesia sudah sangat genting. Menko Marves berpendapat sebaliknya. Dengan percaya diri ia berkata kalau Indonesia sangat terkendali.

Strategi untuk menghindari blame game

Kebijakan pemerintah yang berubah-ubah bukan hanya membingungkan masyarakat akan tetapi juga memberi kesan kuat kalau pemerintah gamang.

Presiden Jokowi juga tidak menerapkan karantina wilayah (lockdown). Di satu sisi pemerintah ingin memutus rantai penularan Covid-19. Pada sisi lain pemerintah ingin agar ekonomi rakyat tetap bergerak.

Hal terakhir ini mutlak diperlukan, sebab jika lockdown diberlakukan, pemerintah harus mengeluarkan anggaran yang sangat besar.

UU No 6 Tahun 2018 tentang Karantina Wilayah mengatur tanggung jawab pemerintah untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar masyarakat.

Akhirnya, pemerintah harus mengeluarkan kebijakan PSBB/ PPKM yang esensinya mirip dengan lockdown. Beberapa pihak lalu menyindir: PSBB rasa lockdown.

Menghadapi serangan blame game, pemerintah umumnya melakukan tiga strategi (Hood, 2011).

Pertama, strategi agensi. Presiden juga mendelegasikan tanggung jawab kepada Luhut Binsar Panjaitan. Ia diangkat sebagai koordinator PPKM darurat Jawa Bali.

Tujuannya untuk mengurangi efek negatif risiko blame game. Tidak elok jika Presiden menjadi sasaran tembak jika PPKM darurat gagal.

Kedua, strategi kebijakan. Strategi ini yang terwujud dalam istilah yang berubah-ubah. Perubahaan tersebut membuat publik sulit mengevaluasinya.

Andaikata sesuatu yang buruk terjadi dalam pandemi, pemerintah memberi kesan telah sungguh-sungguh merespon pandemi. Sebab sudah mengeluarkan kebijakan yang dinamis.

Terakhir strategi presentasional. Strategi ini dibuat melalui argumentasi. Tujuannya adalah untuk menutupi kenyataan, membatasi kesalahan atau mengubah blame menjadi pembenaran.

Permintaan maaf Luhut Binsar Panjaitan karena pelaksanaan PPKM belum maksimal bisa dimaknai sebagai strategi presentasional. Melaluinya, pemerintah ingin keluar dari blame game kelompok oposisi.

Stop blame Game!

Kebijakan PPKM (bukan lockdown atau karantina wilayah) yang berubah-ubah perlu diterima sebagai keputusan pemerintah.

Presiden Jokowi juga menjelaskan, selain dana untuk lockdwon sangat besar, ekses negatif ekonomi juga akan sangat signifikan jika lockdown harus diberlakukan.

Pemerintah juga berkali-kali mengatakan, perlu kerja sama dari semua pihak untuk mengatasi pandemi. Itu berarti, secara tidak langsung pemerintah hendak menyampaikan pesan penting: perlu dukungan rakyat untuk mengatasi pandemi yang dahsyat.

Para politisi perlu menghargai momentum dukungan tersebut.

Pihak yang berseberangan dengan pemerintah perlu menyadari, jutaan orang terinfeksi SARS CoV-2 dan hampir seratus ribu rakyat Indonesia meninggal dunia. Jumlah korban virus ganas ini masih akan terus bertambah.

Melakukan blame game di tengah krisis ini sangatlah tidak manusiawi. Selain itu, blame game akan membuat rakyat antipati dan muak terhadap politisi.

Pemerintah juga perlu terbuka: mengakui situasi serius yang dihadapi bangsa. Lebih berguna mengatakan Indonesia sedang tidak baik-baik saja ketimbang membangun citra positif.

Tentu saja dengan bersamaan dengan itu, pemerintah juga perlu menggandeng semua pihak untuk mengatasi pandemi covid 19 ini.

Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj mengingatkan kalau selama ini pemerintah belum melibatkan masyarakat dalam menghadapi pandemi. Padahal, hanya dengan kebersamaan dengan seluruh “super hero” (baca: rakyat), “thanos” (baca: SARS CoV-2) bisa dikalahkan, Jokowi Endgame.

Sumber : Kompas

Berita Dunia Terbaru Berita hari ini Berita Indonesia Terbaru Berita Terkini berita terupdate Indoharian Jokowi Endgame news Politik Terkini Terupdate serta Analisis dari INDOHARIAN.com

Author: 
    author

    Related Post

    Leave a reply