Pimpinan Ponpes Di Lombok Buka Kelas Pengajian Seks Sebelum Yang Mencabuli Santriwati
Indoharian – Pelaku berinisial HSN yang merupakan pimpinan pondok pesantren (ponpes) di Kecamatan Sikur, Lombok Timur, diduga membuka Kelas Pengajian Seks sebelum mencabuli para santriwatinya. Tujuannya, yakni untuk menjelaskan tata cara berhubungan intim antara suami-istri kepada para santriwati. Hal tersebut diungkapkan oleh Badaruddin, Ketua Lembaga Studi Bantuan Hukum Nusa Tenggara Barat (NTB) sekaligus kuasa hukum puluhan santriwati korban pencabulan. Menurut Badar, sapaan akrabnya, modus untuk membuka pengajian seks diberikan jauh-jauh hari sebelum pelaku beraksi mencabuli para santriwati.
“Jadi korban lupa itu pengajian mengenai apa. Yang jelas, pelaku sengaja buka pengajian seks itu kepada korban-korban yang dia bidik guna untuk dicabuli,” tutur Badar kepada wartawan, hari Senin (22/5/2023).
Dalam Kelas Pengajian Seks itu, HSN memberikan pengajian khusus bagi santriwati yang tinggal di pondok. Kemudian, santriwati yang diincar untuk menjadi korban dikelompokkan ikut dalam materi pengajian mengenai hubungan intim suami-istri. “Dikelompokkan di situ. Jadi, satu rombongan ngaji di satu ruangan. Karena tidak semua diberikan pengajian mengenai hubungan suami istri kan. Nah, korban ini mengaku pernah ikut pengajian tersebut,” lanjutnya.
Dalam pengajian tersebut, para santriwati diajarkan bagaimana cara untuk berhubungan intim. Lebih parahnya lagi, para santriwati itu baru berusia 15-16 tahun. “Saya pikir materi bagaimana cara untuk berhubungan intim dengan pasangan isinya pengajian itu belum waktunya diberikan kepada santri yang masih di bawah umur itu,” kata Badar.
Saat ini, dia hanya meminta kepada para penegak hukum untuk bisa memberi perhatian khusus untuk kasus tersebut. Bahkan, beberapa kejanggalan sejak kasus itu mencuat pada 3 April 2023 lalu, keluarga korban sempat diintimidasi oleh pondok pesantren. “Kami minta kasus ini bisa diatensi agar tidak ada kepentingan politik yang membuat laporan ini tidak diproses,” ujar Badar.
Kasus pencabulan puluhan santriwati ini sempat mendapatkan intervensi dari RSUD Selong, Lombok Timur. Saat salah satu korban yang melakukan visum, manajemen rumah sakit disebut sempat menahan hasil visum. “Jadi, ada suatu intervensi oleh pihak RSUD yang menahan hasil visum korban. Jangan sampai kasus tersebut ditutup. Karena ini bisa berbahaya kepada kondisi psikis korban,” jelas Badar.
SIMAK JUGA Berita Harian Lainnya |
Pesawat Parkir Depan Rumah Sultan Nganjuk |
Kaesang Jadi Walikota Depok Di Dukung Penuh |
Jokowi Pasti Mendukung Ganjar, Kata Adian Napitupulu |
Hulain, selaku kuasa hukum HSN belum bisa untuk memberi komentar. Pihak wartawan sudah mencoba untuk menghubungi Hulain baik melalui WhatsApp dan sambungan telpon, tapi belum direspons hingga Senin (22/5/2023) malam. Diberitakan sebelumnya, Kasi Humas Polres Lombok Timur Iptu Nicolas Osman menjelaskan sementara baru dua oknum pimpinan ponpes inisial HSN dan LMI yang diamankan oleh polisi. HSN ditetapkan tersangka dan ditahan hari Rabu (17/5/2023), sedangkan LMI sudah lebih dulu ditahan pada hari Selasa (9/5/2023).
“HSN ini merupakan pimpinan Ponpes di Kecamatan Sikur. LMI juga pimpinan Ponpes di Kecamatan Sikur, tapi berbeda desa,” terang Nico. Menurut Nico, jumlah korban dari HSN yang melapor baru hanya satu orang. Sedangkan, jumlah korban dari LMI disinyalir berjumlah sebanyak lima orang dan baru dua yang melapor.
“Kami mengimbau kepada masyarakat agar untuk tidak main hakim sendiri dan mempercayakan kepada aparat penegak hukum (APH) untuk memroses ini secara profesional,” imbuh Nico. Menurut Nico, modus kedua pelaku masih terus didalami. Namun dari hasil pemeriksaan saksi, LMI mencabuli para santriwatinya dengan modus ajakan bisa masuk surga. “Ya, kira-kira begitu pengakuan korban yang mengikuti Kelas Pengajian Seks. Sementara itu yang kami dapatkan,” tandasnya.
Sumber : Detik
Berita Dunia Terbaru Berita hari ini Berita Indonesia Terbaru Berita Terkini berita terupdate Indoharian news Politik Terkini Terupdate serta Analisis dari INDOHARIAN.com