Jejak Wiranto Hanura, Sebagai Pendiri Partai Hanura Hingga Di Lengserkan Dari Partainya Sendiri
INDOHARIAN.COM – Jejak Wiranto Hanura. Frasa yang disematkan warganet selama protes menolak revisi UU KPK pada Wiranto yang kini menjabat Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) itu tidak mampu menghentikan Oesman Sapta Odang untuk menggulingkan sang ketua Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). Padahal Hanura adalah partai yang menjadi ambisi mantan Panglima ABRI tersebut.
Jejak Wiranto Hanura pada tahun 2006 setelah berpisah dari Partai Golkar pada bulan Desember. Ambisi Wiranto menjadi presiden membuatnya mencari kendaraan baru untuk Pilpres 2009. PG telah gagal menjadikannya presiden pada Pilpres tahun 2004.
Kesempatan Wiranto di Golkar telah kandas. Golkar telah menyetujuinya sebagai calon presiden berpasangan dengan Salahuddin Wahid, adik Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Tapi perolehan suara Wiranto tak moncer. Dia hanya berada di posisi ketiga.
Jusuf Kalla yang juga sebagai kader PG tidak mendapat dukungan resmi partai, tapi justru menang dengan duet bersama Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden.
Kemenangan JK membuat tampuk kepemimpinan partai berlambang pohon beringin tersebut berubah. Tahun itu juga, JK terpilih menjadi Ketua Umum mengalahkan Wiranto dan juga Akbar Tandjung pada konvensi PG 2004. Wiranto bukanlah kandidat yang tangguh dan saingan besar JK justru Akbar.
Setelah namanya merosot, Wiranto hilang dari dunia politik dan fokus di dunia usaha. Bersama Jenderal (purn) TNI Fachrul Razi dan juga Letnan Jenderal (purn) TNI Suaidi Marassabesy, ketiganya mendirikan perusahaan pertambangan Uni Gerbang Interzona.
Sukses dengan bisnis, Wiranto perlahan memperbaiki kiprahnya di dunia politik, tapi tidak di internal Golkar. Dirinya justru menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Nasional Perhimpunan Kebangsaan yang dipimpin oleh alumnus Partai Pelopor, Yus Usman Sumanegara.
Menurut catatan, pada tahun 2006, Wiranto sudah jengah dengan PG. Ketika mantan Panglima ABRI tersebut mengusung Golkar sebagai kendaraan politik, dirinya harus menyetor sejumlah uang. Sayangnya, menurut sumber, uang tersebut tak mengalir dari pengurus pusat partai ke daerah.
Sumber yang sama mengklaim Wiranto pernah menyetor dana sebesar Rp 21 miliar ke salah satu partai yang sudah cukup matang di Indonesia. Namun posisi yang dijanjikan kepada Wiranto tak kunjung tiba. Itulah yang akhirnya mendorong Fachrul dan Suaidi meyakinkan Wiranto untuk mendirikan Partai Hanura.
Hanura yang menjadi pelipur lara bagi Wiranto kini berubah. Wiranto tak lagi berada di sana. Bahkan Hanura mulai melupakan ayah kandungnya berkat manuver Oesman Sapta Odang (OSO), yang juga pernah menjadi kader Partai Golkar
SIMAK JUGA Berita Harian Lainnya |
PDIP Gelar Rakernas |
Moeldoko Soal Uighur |
MUI Perihal Natal |
- Perjuangan Wiranto
Kerja keras partai Hanura punya batas waktu tiga tahun sebelum pemilu 2009 digelar. Sebagai partai yang baru, pemilu terdekat tentu menjadi ajang untuk menunjukan daya tahan partai. Di bawah Wiranto, Hanura mengusung visi kemandirian bangsa dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Sebelum dipopulerkan Prabowo di Pilpres 2014 dan 2019, ternyata Wiranto sudah memprakarsai slogan populis tersebut.
Untuk mencapai visi tersebut, ada beberapa hal yang ditekankan oleh partai Hanura, yakni menegakkan hukum sesuai hak asasi manusia dan supremasi hukum, membangun ekonomi nasional dengan mempertimbangkan aspek lingkungan, memberantas korupsi, serta mengembangkan otonomi daerah. Wacana terakhir bisa jadi satu poin yang sangat penting merebut suara di daerah karena UU Pemerintah Daerah memang belum sempurna setelah disahkan pada tahun 2004 lalu.
Rektor Universitas Paramadina, Firmanzah, dalam Persaingan, Legitimasi Kekuasaan, dan Marketing Politik: Pembelajaran Politik Pemilu (2009) menyatakan Wiranto memang mengusung ide besar “kemiskinan.”
Untuk memuluskan kader-kadernya pada Pileg 2009, Wiranto sendiri turun tangan memberikan arahan saat pembukaan pendidikan dan pelatihan kader Hanura di Yogyakarta. Kala itu, Hanura beruntung mendapat nomor urut partai ‘1’ sekaligus mempermudah persuasi kepada masyarakat mendukung mereka.
“Contreng nomor 1, pojok kiri atas,” sebut tokoh dalam iklan Hanura. “Hanura untuk rakyat.”
Selain hal tersebut, Firmanzah mencatat, strategi Wiranto untuk berkampanye lewat televisi terbilang baru dan kreatif. Meski bagi sebagian orang, iklan Wiranto termasuk dalam kategori negative ads atau attack campaign.
Akhmad Danial dalam Iklan Politik: Modernisasi Kampanye Politik Pasca Orde Baru (2010) menemukan Wiranto memang membuat inovasi dengan mengenalkan iklan kampanye yang sifatnya “menyerang” kinerja pemerintah terkait mengentaskan kemiskinan.
“Seorang pedagang gorengan memilih mengakhiri hidupnya. Dirinya merasa tak lagi mampu menafkahi keluarga. Pendapatannya semakin menurun sementara harga kebutuhan pokok semakin tak terjangkau,” itulah narasi iklan kampanye Wiranto pada bulan Februari 2008 lalu.
Wiranto dalam tayangan tersebut berjanji akan menciptakan 10 juta lapangan pekerjaan dan menghadirkan fasilitas pendidikan dan kesehatan yang murah dengan iringan lagu Indonesia Raya yang mendayu-dayu. Kemudian muncullah gambaran sebuah keluarga sedang menonton berita tentang masyarakat Indonesia yang kian putus asa.
Sang anak tiba-tiba berujar, “Mungkin salah urus”. Ibunya menimpali, “Nah, dulu aja yang janjinya ada perubahan. Mana? Iya kan?” Adegan itu kemudian ditutup oleh Wiranto bersama anak kecil mengucap: “Bersatu, Sejahterakan Rakyat.”
Saat itu penggunaan anak kecil dalam kampanye belum diatur secara tegas.
Wiranto kian liar di iklan berikutnya. Tidak tanggung-tanggung, dia menyebut nama SBY yang saat itu menjabat presiden sebagai sosok yang ingkar janji. Dalam iklan, seorang pembawa acara membacakan berita tentang kenaikan harga bahan bakar minyak yang dikecam masyarakat.
“Sampai sekarang saya masih berharap SBY tidak ingkar janji. Dan saya akan terus mengingatkan dia agar memenuhi janjinya,” ungkap Wiranto dalam iklan.
Namun iklan-iklan seperti itu tidak lagi muncul. Salah satu dugaannya adalah keterbatasan dana kampanye yang dimiliki Wiranto. Terlepas pro dan kontra, iklan kampanye Wiranto rupanya terbayar oleh kesuksesan Hanura melenggang ke parlemen di Pileg pada tahun 2009 lalu.
Sebagai partai pendatang baru, Hanura mendapatkan 3,77 persen suara nasional atau dipilih oleh 3,9 juta penduduk Indonesia. Padahal saat itu hanya sembilan dari 44 partai peserta pemilu yang berhasil lolos. Di antara sembilan itu hanya ada dua partai yang berusia di bawah tiga tahunn. Salah satunya Hanura.
Pada 2018, Hanura geger setelah Sekretaris Jenderal Hanura, Sarifuddin Sudding, dan kawan-kawannya memecat OSO dari jabatan ketua. Saat itu, OSO menunjukkan bahwa dirinya tak gentar, kendati melawan Wiranto.
“Pasti Pak Wiranto enggak setuju. Kenapa? Enggak ada dasar untuk memecat. Kalau dirinya setuju pecat (saya), saya pecat balik,” kata OSO usai rapat harian Hanura untuk persiapan Pemilu 2019, di Hotel Manhattan, Jakarta, Senin (15/1/2019).
Jejak Wiranto Hanura. Kader Hanura kubu Oso, Petrus Selestinus juga menuding Wiranto menyalahgunakan wewenang untuk mengintervensi masalah dua kubu ini. OSO tetap menjadi ketum dan Sudding di kursi sekjen.
Sumber: Tirto
Berita Dunia Terbaru Berita hari ini Berita Indonesia Terbaru Berita Terkini berita terupdate Indoharian Jejak Wiranto Hanura news Politik Terupdate serta Analisis dari INDOHARIAN.com