Pemerintah Diminta Bersikap Soal Dugaan Kapal China Di Natuna
INDONESIA.COM – Peneliti Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) Imam Prakoso meminta pemerintah bersikap jelas soal dugaan aktivitas Kapal Cina Di Natuna, Hai Yang zhi 10 yang dikawal Coast Guard China Laut Utara. Ia mengatakan kapal itu sebelumnya telah keluar dari perairan tersebut, namun kembali terdeteksi masuk pada Senin (4/10) lalu. “Pemerintah perlu memberikan sikap yang jelas terhadap aktivitas kapal tersebut, sebab aktivitas riset kapal asing di ZEE Indonesia adalah ilegal apabila dilakukan tanpa izin dari pemerintah Indonesia,” kata Imam.
Menurut pihaknya aktivitas kapal itu melanggar hak berdaulat terhadap kegiatan eksplorasi dan eksploitasi SDA seperti yang diatur dalam hukum internasional yaitu UNCLOS 1982 Pasal 56 ayat 1, Pasal 240, 244 dan 246, dan Undang-Undang No. 5 1983 Pasal 7 yang mengatur tentang kegiatan penelitian ilmiah di ZEE. “Apabila aktivitas tersebut ilegal, maka pemerintah berhak mengusir kapal tersebut keluar ZEE Indonesia,” katanya.
Diketahui, berdasarkan pantauan dari informasi AIS (automatic identification system), posisi Kapal Cina Di Natuna itu pada 5 Oktober 2021 pukul 07:26 WIB berada pada koordinat 109.3417, 6.4383 dengan kecepatan 9 knot dengan lintasan mondar-mandir dengan pola grid (kotak-kotak). Sama seperti sebelumnya, menurutnya, kedatangan kapal tersebut kembali ke wilayah Laut Natuna Utara setelah sempat keluar adalah untuk melakukan kegiatan riset.
“Masih dengan pengawalan coast guard dengan perbekalan penuh terisi kembali, paling tidak sebulan lagi masih akan berada di Laut Natuna,” ujarnya. Permintaan agar pemerintah tegas terhadap dugaan masuknya kapal riset China di Natuna Utara itu juga datang dari gedung wakil rakyat di Jakarta.
Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Golkar Dave Laksono mengatakan pemerintah harus bersikap tegas terkait laporan yang menyebut kapal riset China Hai Yang Di Zhi 10 mondar-mandir di Laut Natuna Utara selama satu bulan. Menurut Dave, walaupun kapal tersebut mondar-mandir dengan alasan ilmu pengetahuan, tujuan riset itu harus jelas untuk apa. “Ya, itu kita harus sikapi dengan tegas, terutama pemerintah,” kata putra dari mantan Ketua DPR Agung Laksono itu.
Dave mengatakan pemerintah Indonesia seharusnya mendapatkan hasil penelitian jika benar kapal Hai Yang Di Zhi 10 memang melakukan riset. Selain itu, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ataupun Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), dan Pusat Hidro-Oseanografi (Pushidro) milik TNI angkatan Laut (AL) juga dilibatkan. “Karena itu kan dilakukan di perairan kita, yang mereka kumpulkan datanya ya harus diserahkan ke kita,” ujarnya.
“Sebelum ini menjadi eskalasi lebih keras lagi ke depannya,” ujar Dave. Adapun mengenai laporan bahwa TNI AL hanya mengirimkan kapal tanker, KRI Bontang, untuk membayangi Hai Yang Di Zhi 10 yang dinilai sebuah bentuk sikap moderat, Dave belum bisa berkomentar lebih jauh.
Menurut Dave, sebelum persoalan ini disikapi dengan lebih jelas dan dibawa ke meja diplomasi, sebaiknya coast guard Indonesia melakukan komunikasi terlebih dahulu dengan Kapal Cina Di Natuna yang mengiringi kapal riset Hai Yang Di Zhi 10. Hal itu, tegasnya, menjadi salah satu tugas TNI AL yang mesti menggali tujuan keberadaan Hai Yang Di Zhi 10 mondar-mandi selama satu bulan di Laut Natuna Utara.
Sumber : CNNIndonesia
Berita Dunia Terbaru Berita hari ini Berita Indonesia Terbaru Berita Terkini berita terupdate Indoharian Kapal Cina Di Natuna news Politik Terkini Terupdate serta Analisis dari INDOHARIAN.com