Fakta Malapraktik Suntik Filler Payudara Ilegal: Pelaku Bukan Dokter, Bahan Didapat Di Toko Kimia
Indoharian – Terjadi lagi malapraktik Suntik Filler Payudara Ilegal Berujung Maut yang dimana agar demi terlihat lebih cantik, seorang wanita akhirnya kehilangan nyawanya di sebuah kamar hotel yang berada di kawasan Mangga Besar, Tamansari, Jakarta Barat. Pada siang itu, hari Sabtu (19/2/2022), petugas hotel curiga pada sebuah kamar yang terkunci, setelah membuka kamar hotel tersebut ditemukan ada sesosok wanita yang sudah tergeletak di atas kasur dalam keadaan yang sudah tak bernyawa. Jasad RCD (35) ditemukan dalam keadaan kedua payudaranya sudah mengeluarkan cairan dan darah. Payudara RCD, diduga sudah mengalami pecah atau bocor.
“Korban sudah meninggal di atas ranjang dalam kondisi yang kedua payudaranya bocor atau pecah serta mengalir darah,” kata AKBP Rohman Yonky Dilatha, Kapolsek Metro Taman Sari, hari Selasa (22/2/2022).
SIMAK JUGA Berita Harian Lainnya |
Jokowi Turun Tangan, Minta Menaker Revisi Aturan JHT! |
Efek Aksi Mogok Perajin Tempe Dan Tahu |
Robot Trading Viral Blast Rugikan Anggotanya 1,2Triliun |
Polisi menduga, RCD adalah korban malapraktik suntik filler payudara yang dilakukan secara ilegal. “Kemungkinan iya (malpraktik), tapi bukan dilakukan oleh dokter ya. Kemungkinan ilegal,” kata AKP Roland Manurung, Kanit Reskrim Polsek Tamansari kepada wartawan, hari Minggu. Selain itu, polisi juga menemukan adanya percakapan pesan singkat di ponsel korban. Ia mengeluhkan adanya cariran yang keluar dari payudaranya. “Dia (korban) WhatsApp kepada teman-temannya, dia menyampaikan bahwa bekas suntikan tersebut keluar cairan, namun dia yang tidak mau pergi ke rumah sakit,” kata Roland. Diduga telah menjadi korban malapraktik, jasad RCD pun sempat dibawa ke RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur. Namun, pihak keluarga tidak mau untuk dilakukan otopsi. Berdasarkan penelusuran, polisi pun akhirnya bisa mengamankan pelaku yang melakukan penyuntikan filler payudara tersebut kepada korban. ER alias Windi (34) diamankan di rumahnya di daerah Cikupa, Kabupaten Tangerang, Banten pada hari Senin. ER adalah seorang transpuan yang sudah sering menjalani praktik suntik filler payudara semenjak tahun 2004. Belasan tahun melakukan bisnisnya, ER diketahui tidak memiliki adanya latar belakang medis, apalagi perizinan praktik. “Dia (pelaku) bukan seorang dokter dan dia tidak ada sertifikasi khusus untuk kegiatan tersebut. Jadi, dia tidak memiliki izin akan hak (melakukan tindakan) tersebut,” kata Rohman.
Kepada polisi, ER sudah mengaku sering melayani praktik filler payudara pada klien di kawasan Jakarta. Ia menerima jasa layanan panggilan ke rumah maupun hotel. Sementara itu, Roland juga menambahkan, selain melakukan praktik suntik filler kepada klien, ER mengaku pernah melakukan praktik tersebut terhadap dirinya sendiri. “Dulunya pernah, tapi dia tidak menjelaskan secara spesifik,” kata Roland pada saat dihubungi wakrtu terpisah, Selasa. Namun demikian, Roland tidak menjelaskan lebih jauh lagi tentang kapan dan bagaimana ER melakukan praktik ilegal tersebut. Dari keterangan pelaku, dapat diketahui bahwa korban RCD telah membayarkan tarif untuk suntik filler payudara sebesar Rp 4 juta kepada pelaku ER. “Tarifnya Rp 4 juta, yang di mana Rp 2,5 juta dibayarkan langsung secara tunai dan sisanya Rp 1,5 juta ditransfer,” kata Rohman. Saat melakukan suntikan tersebut pada hari Jumat, pelaku ER menyuntikan sejumlah cairan silikon pada kedua payudara korban RCD. “Suntikan di kedua payudara korban tersebut sebanyak 1.000 mililiter, jadi satu payudara berisi 500 mililiter,” lanjut Rohman. Dalam melaksanakan bisnis ilegalnya, pelaku ER dibantu oleh A (29), warga Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat. A pun turut serta diamankan kemudian. Perannya, A biasa mengantar dan menjemput pelaku ER yang biasa menumpang bus dari Cikupa. Selain itu, A juga membantu mempersiapkan bahan dan alat keperluan untuk praktik ilegal tersebut. Terkait dalam praktik suntik payudara kepada korban RCD, A membantu untuk membelikan silikon di toko kimia. A mendapatkan upah Rp 500.000 pada saat itu. “A membeli cairan silikon
tersebut di toko kimia seharga Rp 250.000, kemudian mengantarkan korban ER ke sebuah hotel untuk melakukan kegiatan tersebut,” jelas Rohman. Sementara alat praktik lainnya, dibawa pelaku ER dari kediamannya. “Sedangkan untuk bius (lidocaine) suntik, dan jarum serta obat ponstan juga amoxilin, dibawa pelaku ER dari rumah,” jelas Rohman. Saat menangkap keduanya, polisi juga menemukan sejumlah bahan dan alat praktik suntik filler payudara ilegal tersebut. “Kami sudah mengamankan ada 1 dirigen berisi cairan silikon oil, 28 ampuls cairan bius, serta 34 alat suntik. Selain itu juga, diamankan pula sebuah ponsel dan sepeda motor pelaku,” jelas Rohman. Selain bahan
dan alat praktik tersebut, polisi juga menjadikan pakaian serta sampel darah dan cairan dari payudara korban sebagai alat barang bukti.
Dapat diketahui, praktik suntik pada korban RCD tersebut bukanlah pertama kali dilakukan. korban RCD disebut sebagai klien lama yang sudah pernah melakukan suntik serupa pada tahun 2011. Rohman menyebutkan, korban RCD melakukan suntik filler payudara untuk yang kedua kalinya lantaran payudaranya yang dirasa waktu itu sudah kendur. “Sebelum peristiwa (meninggal dunia) terjadi, korban meminta untuk suntik payudara silikon lagi, karena payudaranya sudah mulai kendur,” ungkap Rohman dalam keterangan tertulisnya. Ketika filler payudara pada 2011 silam, kata Rohman, korban RCD menerima 4 kali suntik silikon yang berada dalam satu paket. “Suntikan pertama sebanyak satu paket tersebut dengan empat kali suntikan,” kata Rohman. Namun, Rohman tidak menjelaskan secara rinci apakah dalam praktik suntikan kali ini, korban RCD direncanakan menerima hingga empat kali suntikan.
Lebih jauh, polisi saat ini masih mendalami kasus kematian korban RCD tersebut. Roland mengatakan, polisi juga masih mendalami berapa jumlah pasien yang pernah menggunakan jasa filler payudara panggilan dari pelaku ER selama ini. “Kami masih terus mendalami, mungkin akan kami cari tau lebih lanjut terkait hal tersebut. Namun kami masih terfokus pada kasus kematian korban RCD,” jelas Roland. Di sisi lain, Roland tidak menutup pintu bagi pasien-pasien lain yang merasa telah dirugikan setelah mendapat suntikan filler payudara dari pelaku ER, untuk segera membuat laporan ke kepolisian. “Kalau misalkan ada yang merasakan dirugikan atas suntikan tersebut oleh pelaku, bisa membuat laporan di tempat dia melakukan suntik,” kata Roland. Adapun ER dan A sudah diamankan di Mapolsek Tamansari. Keduanya saat ini sudah berstatus sebagai tersangka. Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, pelaku disangkakan dengan Pasal 197 dan 198 juncto Pasal 106 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara atau denda sebesar Rp 1,5 miliar.
Sumber : kompas
Berita Dunia Terbaru Berita hari ini Berita Indonesia Terbaru Berita Terkini berita terupdate Indoharian news Politik Terkini Terupdate serta Analisis dari INDOHARIAN.com